Kamis, 04 Maret 2010

Soekarno Loves Muhammad

/ On : 3/04/2010/ Terimakasih telah menyempatkan waktu untuk berkunjung di BLOG saya yang sederhana ini. Semoga memberikan manfaat meski tidak sebesar yang Anda harapakan. untuk itu, berikanlah kritik, saran dan masukan dengan memberikan komentar. Jika Anda ingin berdiskusi atau memiliki pertanyaan seputar artikel ini, silahkan hubungan saya lebih lanjut via e-mail di herdiansyah_hamzah@yahoo.com.


Soekarno Loves Muhammad


SETIAP tahun selama berkuasa, Soekarno tak pernah lupa merayakan ulang tahun Nabi Muhammad di rumahnya, di Istana Merdeka. Tiap tahun pula, dia seperti kehilangan bobot ajaran Muhammad yang dipegangnya.

TIDAK semua orang menyukai Soekarno. Tak sedikit juga orang yang benci pada karakter seseorang, yang gemar berteriak tentang semangat agamanya, lalu banyak perbuatannya dinilai tidak sejalan dengan ajaran agama yang dipeluknya.

Orang memang tidak mudah mengagumi seseorang yang bernama Soekarno. Mungkin sebab itu, dia diamat-amati, diplototin, disimak dan juga diomongin. Apalagi kalau dia bicara soal agamanya, soal Nabi Muhammad yang membawa agama yang dipeluknya, semua orang ingin dengar dan ingin bukti dari dia.

Cara Soekarno mengagumi Muhammad sangat unik dan lain daripada yang lain. Di masa mudanya dia banyak memeras akal, untuk menyampaikan pikirannya kepada orang lain, bagaimana cara mengikuti ajaran-ajarannya yang murni. Waktu itu pikirannya terdengar janggal dan dijauhi.

Baginya, banyak umat Islam tidak mengikuti ajaran Nabi Muhammad secara penuh dan benar. Cuma ngurusin tetek bengek yang tidak terlalu penting, dan akhirnya tak peduli dengan masalah hidup yang lebih penting.

ISLAM SONTOLOYO

“Kalau kita makan daging babi sepotong kecil saja, maka seluruh orang akan menyebut Anda kafir!. Tapi coba kalau Anda makan harta anak yatim, memfitnah orang lain, berbuat syirik (menyembah lebih dari satu Tuhan), tidak ada yang ribut!”, tulis Soekarno pada sebuah sebuah majalah Islam di tahun 1940.

Dia mengkritik cara pikir umat Islam saat itu, dan mungkin juga sekarang, yang terlalu banyak mementingkan kulit saja, daripada isinya. Bukan berarti lebih baik makan babi daripada menghina orang!


Soekarno juga mengejek habis-habisan kebiasaan para orang Islam di Indonesia, yang terjerumus hanya pada hal-hal fiqh (ketentuan hukum), tetapi meninggalkan esensinya. Mereka hanya mengambil abunya Islam, bukan mengambil apinya Islam, semangatnya Islam! Tak heran umat Islam, selalu duduk di gerobong paling belakang dalam kemajuan apapun.

Dia juga mencela habis-habis kebiasan kehidupan di sebuah daerah Priangan, tempat dia tinggal saat belia penuh dinamis. Di daerah itu gadis-gadis dijual untuk memuaskan hawa nafsu pria haus seks. Mereka dinikahkan oleh pemuka agama hanya untuk sehari, tepatnya untuk “zinah legal”, dengan membayar “mas kawin” dan penghulunya mendapat “tip” sebagai biayanya. Nah, esoknya diceraikan dengan talak tiga. “Ini membohongi Tuhan”, katanya.

Itu adalah realita kehidupan orang Islam saat itu, dan juga saat sekarang. Betapa masih banyak praktek-praktek yang “mengikuti ajaran Islam”, tetapi sesungguhnya jauh dari ajaran Islam. “ISLAM SONTOLOYO!”, teriak Soekarno saat sebelum menjadi presiden.

Ketidaksukaannya pada praktek-praktek non islami yang dilakukan oleh orang Islam, membuat dia kreatif mencampurkan nilai-nilai baru diluar Islam.

Soekarno bagaikan seorang koki juru masak, mencerna kitab-kitab suci dan ideologi-ideologi lain, dan dia menelaah serta memungut banyak dari segala hal yang baik, yang kemudian dia sebut “islamisme”. Jangan heran dia punya konsep yang tak ada duanya di dunia, mencampurkan ajaran islam, komunis dan nasionalisme. Jadilah akronim terkenal, NASAKOM, kependekan dari NASionalis, Agama, KOMunis. Sekarang istilah itu menjadi “NAsib Satu KOMa”, untuk menjuluki gaj-gaji pegawai swasta yang hanya mendapat penghasilan dibawah dua juta rupiah sebulan.

Dia ingin sekali setiap orang Islam mengikut ajaran Nabi Muhammad dengan merasakan esensinya, bukan memakai asesorisnya. Pada setiap peringatan hari lahir Nabi Muhammad di rumahnya di Istana Merdeka, dia berulang-ulang mengulangi pesannya yang dulu pernah dia suarakan.

Cara ini dia praktekan dalam kehidupan keluarganya. Kepada anak-anaknya, Soekarno lebih memberi nilai-nilai islami daripada hal-hal sepele yang harus dilakukan. Siapa tahu anak-anaknya bisa mengambil intisari dari Islam, dari ajar an Muhammad, tanpa harus mempraktekan hal-hal yang sifatnya hanya kulit, bukan isi.

“Bapak lebih banyak bercerita tentang sejarah nabi-nabi dan pahlawan Islam kepada anak-anaknya”, kata Guntur, putra sulungnya dalam sebuah wawancara. Tidak mengherankan, bila Soekarno selalu mencela para ulama Islam yang tidak mempunyai kemampuan lain, kecuali ilmu fiqh (ketentuan hukum saja), tanpa mendalami sejarah Islam itu sendiri, yang kaya dengan pengalaman dan contoh untuk ditiru. “Kita umumnya mempelajari hukum, tetapi kita tidak mempelajari caranya orang membuat hukum itu”, katanya kesal.


SOEKARNO SONTOLOYO?

Sempurnakah seorang Soekarno mempraktekkan ajaran Nabi Muhammad, yang selalu dia dengungkan di atas podium? Sebagai seorang pemimpin dia selalu di atas panggung. Biasanya seseorang di atas panggung selalu lupa banyak hal, kecuali pada dialognya, pada kata-katanya sendiri, bukan perkataan orang.

Suatu pagi, diakhir Februari 1967, di sebuah ruang Istana Merdeka terjadi dialog yang mengharukan. Saat itu saat senja dalam kekuasaan Soekarno. Tak ada lagi cahaya terang yang banyak menyinarinya lagi. Semua seolah ikut meredup. Kekuasaannya digerogoti, kewenangannya dibatasi, kehormatannya mulai dilecehkan, keluarganya diteror mental, ajarannya dibuang dan foto-fotonya mulai diturunkan.

“Saya akan bertobat, Kak”, kata Soekarno sambil mengucurkan air mata, dengan kedua belah tangannya diletakkan pada pundak sang kakak. Siapa sang kakak itu? Dia adalah Abdul Rachim, orang yang sudah dikenalnya sejak awal negeri ini berdiri. Abdul Rachim sudah seperti guru spiritual Soekarno, menurut Chairul Basri, orang yang dekat dengan sang kakak dan juga dengan Soekarno.

“Bung Karno itu sedang dalam ujian. Dia dililit oleh hawa nafsunya”, kata sang kakak Abdul Rachim setelah pertemuannya yang mengharukan dengan sahabat dekatnya itu. Abdul Rachim adalah ayah kandung Rahmi Hatta dan juga kakek dari koreografer ternama Jay Soebijakto.

Banyak orang menilai, Soekarno sudah jauh menyimpang dari yang dia perjuangkan dulu. Ajaran-ajaran agama yang dia junjung, esensinya banyak dia jauhi, sahabat-sahabat baiknya banyak dia inapkan di penjara. Soekarno tua sudah beda jauh dengan Soekarno muda dulu.

Orang-orang tua yang sejaman Soekarno, menolak ikut-ikutan mengejek dan memprotes Soekarno, setelah terjadinya peristiwa tragis dimalam 1 Oktober 1965. “Itu Soekarno kalian, Soekarno yang tua dan renta. Soekarno saya adalah Soekarno muda dan menggelora, yang memberi saya semangat untuk hidup!”, kata-kata orang tua yang menolak diajak menghujat Soekarno oleh para mahasiswa di tahun 1966, tahun akhir kekuasaannya.

Akhirnya, kita semua tahu Soekarno yang diatas panggung harus turun. “Kalau perlawanan terhadap dia semakin besar, sebaiknya Bung Karno mengundurkan diri saja”, kata kakak Abdul Rachim. Nasihat ini didengarnya dan dilakukannya dengan baik. Makanya, ketika Soekarno menyerahkan kekuasaannya secara diam-diam kepada penggantinya, tak ada ribut-ribut. Banyak yang tidak tahu bahwa Soekarno sudah menyerahkan kekuasaan pada hari 22 Februari 1967 di Istana Merdeka.

Semua berlangsung tenaaang, seperti yang diceritakan oleh Chaerul Basri, sahabatnya. Dan Soekarno akhirnya harus menyingkir. Ia tidak banyak protes, meskipun dia akhirnya dipenjara di rumah istrinya, Ratna Sari Dewi, dalam kondisi fisik yang menderita oleh penguasa baru, sampai dirinya kalah melawan penyakitnya.

Soekarno menitikkan air mata ketika dia berada dalam sebuah ruangan sempit di penjara Banceuy, Bandung tahun 1929. Dia terharu merasakan betapa dia harus mempelajari ajaran-ajaran Nabi Muhammad, yang kurang dia kenal.

“Di sinilah pertama kali jiwaku insyaf akan agama”, katanya mengenang semasa di tahan di penjara Banceuy oleh Belanda. Di sana dia menemukan Islam. Dan di usia senjanya, dia kembali menitikkan air mata untuk mengingat, apakah dia menjalankan ajaran Nabi Muhammad seperti yang dia ingini dahulu.

Kekuasaan seperti yang diajarkan Nabi Muhammad, baginya seperti kehidupan di atas panggung. Dia berasal ada karena rakyat, atau karena penonton. Bila penonton sudah tidak suka, cuma ada satu tangga di atas panggung. Tangga untuk turun. (*)

Iwan Satyanegara Kamah - Jakarta
http://kolomkita.detik.com/baca/artikel/3/1368/soekarno_loves_muhammad

1 komentar:

melati kamah mengatakan...

Terima kasih tulisan ini disebarluaskan. Salam damai.

IWAN SATYANEGARA KAMAH

Pose di Sluke

Pose di Sluke
Bergaya sejenak di tengah kesibukan

Pemantapan

Pemantapan
Presentasi di kecamatan Sumber Rembang

Paparan

Paparan
pemantapan tim sukses Kec Sarang