Senin, 15 Maret 2010

Permendagri No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

/ On : 3/15/2010/ Terimakasih telah menyempatkan waktu untuk berkunjung di BLOG saya yang sederhana ini. Semoga memberikan manfaat meski tidak sebesar yang Anda harapakan. untuk itu, berikanlah kritik, saran dan masukan dengan memberikan komentar. Jika Anda ingin berdiskusi atau memiliki pertanyaan seputar artikel ini, silahkan hubungan saya lebih lanjut via e-mail di herdiansyah_hamzah@yahoo.com.
Permendagri No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 59 TAHUN 2007

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,



Menimbang :

a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, perlu dilakukan penyempurnaan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan urusan dan organisasi perangkat daerah;

b. bahwa dalam rangka memenuhi aspirasi daerah dan permasalahan teknis dalam pengelolaan keuangan daerah perlu dilakukan penyempumaari terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, periu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4548);

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4416) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran. Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4712);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

5 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

7. Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2003;

8. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri;

9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 angka 33 dihapus.

2. Diantara ketentuan Pasal 1 angka 34 dan angka 35 disisipkan
angka 34a yang berbunyi sebagai berikut:

34a. Rencana Kerja dan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat RKA-PPKD adalah rencana kerja dan anggaran badan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan selaku Bendahara Umum Daerah.

3. Diantara ketentuan Pasal 1 angka 61 dan angka 62 disisipkan
angka 61a yang berbunyi sebagai berikut:

61a. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat DPA-PPKD adalah dokumen pelaksanaan anggaran badan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan selaku Bendahara Umum Daerah.

4. Ketentuan Pasal 11 ayat (2) diubah, dan diantara ayat (3) dan
ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat baru, yakni ayat (3a) sehingga
Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11

(1) Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat melimpahkan sebagian
kewenangannya kepada kepala gnit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang.

(2) Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana tersebut pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang
yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi, rentang kendali, dan/atau pertimbangan objektif lainnya.

(3) Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD.

(3a) Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;

b. melaksanakan anggaran unit kerja yang dipimpinnya; c. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;

d. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;

e. menandatangani SPM-LS dan SPM-TU;

f. mengawasi pelaksanaan anggaran unit kerja yang dipimpinnya; dan

g. melaksanakan tugas-tugas kuasa pengguna anggaran lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh pejabat pengguna anggaran.

(4) Kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang.

5. Ketentuan Pasal 14 ayat (4) diubah sehingga Pasal 14
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14

(1) Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada SKPD.

(2) Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat fungsional.

(3) Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan, serta
membuka rekening/giro pos atau menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan lainnya atas nama pribadi.

(4) Dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya kepada KPA, kepala daerah menetapkan bendahara penerimaan pembantu dan bendahara pengeluaran pembantu pada unit kerja terkait.

(5) Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran secara fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD.

6. Ketentuan Pasal 26 ayat (4) huaif a diubah, huruf n dihapus dan menambah 1 huruf yakni huruf o, sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 26

(1) Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:

a. pajak daerah;

b. retribusi daerah;

c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

d. Iain-Iain pendapatan asli daerah yang sah.

(2) Jenis pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-



undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

(3) Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:

a. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD;

b. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN; dan

c. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

(4) Jenis Iain-Iain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang antara lain:

a. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran/cicilan;

b. jasa giro;

c. pendapatan bunga;

d. penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;

e. penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah;

f. penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

g. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;

h. pendapatan denda pajak;

t. pendapatan denda retribusi;

j. pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;

k. pendapatan dari pengembalian;

I. fasilitas sosial dan fasilitas umum;

m. pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;

n. dihapus; dan

o. pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

7. Ketentuan Pasal 32 ayat (2) dan ayat (3) diubah sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 32

(1) Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) terdiri atas belanja urusan vvajib dan belanja urusan pilihan.

(2) Klasifikasi belanja menurut urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:

a. pendidikan;

b. kesehatan;

c. pekerjaan umum;

d. perumahan rakyat;

e. penataan ruang;

f. perencanaan pembangunan;

g. perhubungan; .

h. lingkungan hidup; . .

i. pertanahan;

j. kependudokan dan catatan sipil;

k. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

I. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;

m. sosial;

n. ketenagakerjaan;

o. koperasi dan usaha kecil dan menengah;

p. penanaman modal;

q. kebudayaan;

r. kepemudaan dan olah raga;

s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;

t. otonomi daerah, pemerintahan umum, adiministrasi keuangan daerah, perangkat daerah,. kepegawaian dan persandian;

u. ketahanan pangan;

v,pemberdayaan masyarakat dan desa;

w. statistik;

x. kearsipan;

y. komunikasi dan informatika;dan

z. perpustakaan.

(3) Klasifikasi belanja rnenurut urusan pilihan sebagaimana. dimaksud pada ayat (1).mencakup:.

a. pertahian;

b. kehutanan c.enegi dan sumberdaya mineral

d.pariwisata

e,kelautan dan perikanan

f. perdagangan

g. industri; dan

h. ketransmigrasian

4. belanja menurut urusan pemerintahan penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintahan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan dijabarkan dalam bentuk pembangunan dan kegiatan yang diklasifikasikan menurut urusan wajib dan urusan pilihan

8. Ketentuan Pasal 39,diantara ayat (1) dan ayat(2)disisipkan 1 (satu) ayat baru yakni ayat (1a), dan.diantara ayat(78) dan ayat (8) disisipkan 1 (satu) ayat baru yakni ayat (7a), serta ayat (2),

ayat (7) dan ayat (8) diubah sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai berikut:



Pasal 39

(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan kepada pegawai negeri sipil berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



(1a) Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilkukan pada pembahasan KUA.





(2) Tambahan penghasilan sebagamana ayat (1) diberikan dalam rangka kesejahteraan pegawai berdasarkan tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi kerja, dan/atau pertimbangan objektif lainnya.

(3)Tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2)diberikan kepada negri sipil yangdibebani pekerjaan untuk menyelesaian tugas-tugas yang dinilai melampaui beban kerja normal.

(4)Tambahan penghasilan berdasarkan tempat bertugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam melaksanakan tugasnya berada di daerah memiliki tingkat kesulitan tinggi dan daerah terpencil.

(5) Tambahan penghasilan berdasarkan kondisi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam melaksanakan tugasnya berada pada lingkungan kerja yang memiliki resiko tinggi.

(6) Tambahan penghasilan berdasarfcan kelangkaan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam mengemban tugas memiliki ketrampilan khusus dan langka.

(7) Tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang memiliki prestasi kerja yang tinggi dan/atau inovasi.

(7a) Tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan /kektif lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam rangka peningkatan kesejahteraan umum pegawai, seperti pemberian uang makan.

(8) Kritena pemberian tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

9. Ketentuan Pasal 42 ayat (1) diubah, dan ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dihapus serta diantara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat baru yakni ayat (4a) sehingga Pasal 42 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 42

(1) Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf d digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya.

(2) Dihapus.



(3) Dihapus.

(4) Dihapus.

(4a) Belanja hibah diberikan secara selektif dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, rasionalilas dan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

(5) Pemberian hibah dalam bentuk uang atau dalam bentuk barang atau jasa dapat diberikan kepada pemerintah daerah tertentu sepanjang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

10. Ketentuan Pasal 43 ayat (4) diubah dan ditambahkan 1 (satu) ayat baru yakni ayat (5), sehingga Pasal 43 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 43

(1) Hibah kepada pemerintah bertujuan untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan di daerah.

(2) Hibah kepada perusahaan daerah bertujuan untuk menunjang peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

(3) Hibah kepada pemerintah daerah lainnya bertujuan untuk menunjang peningkatan penyelenggaraanpemerintahan daerah dan layanan dasar umum.

(4) Hibah kepada masyarakat dan organisasi kemasyarakatan bertujuan untuk meningkatkan partisipasi penyelenggaraan pembangunan daerah atau secara fungsional terkait dengan dukungan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(5) Belanja hibah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan pemerintah daerah kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap akhir tahun anggaran.

11. Ketentuan Pasal 44 ayat (1) diubah, dan ayat (2) dihapus serta ditambah 2 (dua) ayat baru yakni ayat (3) dan ayat (4), sehingga Pasal 44 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 44

(1) Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 bersifat bantuan yang tidak mengikat/tidak secara terus menerus dan tidak wajib serta harus digunakan sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah.

(2) Dihapus.

3.Hibah yang diberikan secara tidak mengikat/tidak secara terus menerus diartikan bahwa pemberian hibah tersebut ada batas akhirnya tergantung pada kemampuan keuangan daerah dan kebutuhan atas kegiatan tersebut dalam menunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(4) Naskah perjanjian hibah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat idantitas penerima hibah, tujuan pemberian hibah, jumlah uang yang dihibahkan.

12. Ketentuan Pasal 45 ayat (1), ayat (2) dan ayat (4) diubah, dan disisipkan 1 (satu) ayat baru diantara ayat (2) dan ayat (3) yakni ayat (2a) serta ayat (3) dihapus, sehingga Pasal 45 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 45

(1) Belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf e digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada kelompok/anggota masyarakat, dan partai politik,

(2) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan secara selektif, tidak terus menerus tidak mengikat serta memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

(2a) Bantuan sosial yang diberikan secara tidak terus menerus/tidak mengikat diartikan bahwa pemberian bantuan tersebut tidak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran.

(3) Dihapus.

4.kusus kepada partai politik, bantuan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dianggarkan dalam bantuan sosial.

13. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga Pasal 52 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 52

(1) Belanja barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf b digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang dan jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.

(2) Belanja barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/ gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat,



sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai, pemeliharaan, jasa konsultansi, dan Iain-Iain pengadaan barang/jasa, dan belanja lainnya yang sejenis.

14. Ketentuan Pasal 53 ayat (1) dan ayat (2) diubah dan ayat (3) dihapus, serta ditambah 1 (satu) ayat yakni ayat (4), sehingga Pasal 53 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 53

(1) Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf c digunakan untuk pengeluafan yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan.

(2) Nilai aset tetap berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan.

(3) Dihapus.

(4) Kepala daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi (capitalization threshold) sebagai dasar pembebanan belanja modal.

15. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga Pasal 70 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 70

Investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf b digunakan untuk mengelola kekayaan pemerintah daerah yang diinvestasikan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

16. Ketentuan Pasal 71 ayat (7) diubah, sehingga Pasal 71 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 71

(1) Investasi jangka pendek merupakan investasi yang dapat segera diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas dan beresiko rendah serta dimiliki selama kurang dari 12 (duabelas) bulan.

(2) Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup deposito berjangka waktu 3 (tiga) bulan sampai dengan 12 (duabelas) bulan yang dapat diperpanjang secara otomatis, pembelian Surat Utang Negara (SUN), Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN)

(3) Investasi jangka panjang digunakan untuk menampung
penganggaran inveslasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (duabelas) bulan yang terdiri dari investasi permancn dan non-permanen.

(4) Investasi jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) antara lain surat berharga yang dibeli pemerintah daerah dalam rangka mengendalikan suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha, surat berharga yang dibeli pemerintah daerah untuk tujuan menjaga hubungan baik dalam dan luar negeri, surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.

(5) Investasi permanen sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) bertujuan untuk dimiliki secara berkelanjutan tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau tidak ditarik kembali, seperti kerjasama daerah dengan pihak ketiga dalam bentuk penggunausahaan/pemanfaatan aset daerah, penyertaan modal daerah pada BUMD dan/atau badan usaha lainnya dan investasi permanen lainnya yang dimiliki pemerintah daerah untuk menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

(6) Investasi non permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertujuan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau ada niat untuk diperjualbelikan atau ditarik kembali, seperti pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh tempo, dana yang disisihkan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan/pemberdayaan masyarakat seperti bantuan modal kerja, pembentukan dana secara bergulir kepada kelompok masyarakat, pemberian fasilitas pendanaan kepada usaha mikro dan menengah.

(7) Investasi jangka panjang pemerintah daerah dapat dianggarkan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal denganberpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.



17.Ketentuan Pasal 73 dihapus.

18.Ketentuan Pasal 77 ayat (1), ayat (6), ayat (7), ayat (8) danayat (10) diubah dan ayat (9) dan ayat (11) dihapus sertamenambah 1 (satu) ayat baru yakni ayat (12), sehingga Pasal77 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 77

(1) Kode dan klasifikasi urusan pemerintahan daerah dan organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) tercantum dalam Lampiran A.l.a peraturan menteri ini.



(2) Kode akun pendapatan, kode akun belanja, dan kode
akun pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
75 ayat (3) merupakan bagian susunan kode akun
kouangan daerah yang tercantum dalam Lampiran A.II
peraturan menteri ini.

(3) Kode rekening pendapatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1) untuk provinsi tercantum dalam
Lampiran A.lll peraturan menteri ini.

(4) Kode rekening pendapatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1) untuk kabupaten/kota tercantum
dalam Lampiran A.IV peraturan menteri ini.

(5) Kode dan klasifikasi fungsi tercantum dalam Lampiran
A.V peraturan menteri ini.

(6) Kode dan klasifikasi belanja daerah menurut fungsi untuk
keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
tercantum dalam Lampiran A.VI.a peraturan menteri ini.

(7) Kode dan daftar program dan kegiatan menurut urusan
pemerintahan daerah tercantum dalam Lampiran A.VII.a
peraturan menteri ini.

(8) Kode rekening belanja daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (2) tercantum dalam Lampiran
A.VIII.a peraturan menteri ini.

(9) Dihapus.

(10)Kode rekening pembiayaan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) tercantum dalam
Lampiran A.IX.a peraturan menteri ini.

(11)Dihapus.

(12)Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3),
ayat (4), ayat (7), ayat (8) dan ayat (10) merupakan daftar
nama rekening dan kode rekening yang tidak merupakan
acuan baku dalam penyusunan kode rekening yang
pemilihannya disesuaikan dengan kebutuhan objektif dan
nyata sesuai karakteristik daerah.

19. Ketentuan Bab IV Bagian Ketiga diubah sehingga Bab IV Bagian Ketiga seluruhnya berbunyi sebagai berikut:

Bagian Ketiga

Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara

Pasal 83

(1) Kepada daerah menyusun rencana KUA dan rencana PPAS berdasarkan RKPD dan pendoman penyusunan APBD yang ditetapkan materi dalam Negeri setiap tahun.

(2) Pedoman penyusunan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat antara lain:

a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah;

b. prinsip dan kobijakan penyusunan APBD tahun
anggaran berkenaan;

c. teknis penyusunan APBD; dan

d. hal-hal khusus lainnya.

Pasal 84

(1) Dalam menyusun rancangan KUA dan rancangan PPAS
sebagaimana dimaksud Pasal 83 ayat (1), kepala daerah
dibantu oleh TAPD yang dipimpin oleh sekretaris daerah.

(2) Rancangan KUA dan rancangan PPAS yang telah
disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
disampaikan oleh sekretaris daerah selaku ketua TAPD
kepada kepala daerah, paling lambat pada minggu
pertama bulan Juni.

'Pasal 85

(1) Rancangan KUA memuat kondisi ekonomi makro daerah,
asumsi penyusunan APBD, kebijakan pendapatan
daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan
daerah, dan strategi pencapaiannya.

(2) Strategi pencapaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memuat langkah-langkah kongkrit dalam mencapai
target.

Pasal 86

Rancangan PPAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) disusun dengan tahapan sebagai berikut:

a. menentukan skala prioritas pembangunan daerah;

b. menentukan prioritas program untuk masing-masing
urusan; dan

c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-
masing program/kegiatan.

Pasal 87

(1) Rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.

(2) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD.

(3) Rancangan KUA dan rancangan PPAS yang telah
dibahas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
selanjutnya disepakati menjadi KUA dan PPAS paling
lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.



(4) Format KUA dan PPAS tercantum dalam Lampiran A.X.a dan A.XI.a peraturan menteri ini.

Pasal 88

(1) KUA dan PPAS yang telah disepakati sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 87 ayat (3) masing-masing
dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang
ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan
pimpinan DPRD dalam waktu bersamaan.

(2) Dalam hal kepala daerah berhalangan, yang
bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi
wewenang untuk menandatangani nota kesepakatan
KUA dan PPAS.

(3) Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota kesepakatan KUA dan PPAS dilakukan oleh penjabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.

(4) Format nota kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran A.XII.a peraturan menteri ini.

20. Ketentuan Pasal 89 ayat (2) huruf a, huruf b diubah dan huruf d dihapus, sehingga Pasal 89 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 89

(1) Berdasarkan nota kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1), TAPD menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD.

(2) Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:

a. prioritas pembangunan daerah dan program/kegiatan yang terkait;

b. alokasi plafon anggaran sementara untuk setiap program/kegiatan SKPD;

c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;

d. dihapus;

e. dokumen sebagai lampiran surat edaran meliputi KUA, PPAS, analisis standar belanja dan standar satuan harga.

(3) Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus
tahun anggaran berjalan.

21. Ketentuan Pasal 97 ayat (1) diubah dan ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 97 berbunyi sobagai berikut:

Pasal 97

(1) Belanja langsung yang terdiri atas belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal dianggarkan dalam RKA-SKPD pada masing-masing SKPD.

(2) Dihapus.

22. Ketentuan Pasal 98 diubah, sehingga Pasal 98 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 98

(1) Pada SKPKD disusun RKA-SKPD dan RKA-PPKD.

(2) RKA-SKPD memuat program/kegiatan yang dilaksanakan
oleh PPKD selaku SKPD;S

(3) RKA-PPKD digunakan untuk menampung:

a. pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan

pendapatan hibah;

b. belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah.-belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga; dan c. penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan daerah.

23. Ketentuan Pasal 99 diubah, sehingga Pasal 99 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 99

(1) RKA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat
(1) dan RKA-PPKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
98 ayat (1) dikerjakan sesuai dengan bagan alir yang
tercantum dalam Lampiran A.XIII.a peraturan menteri ini.

(2) Format RKA-SKPD dan RKA-PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran A.XIV.a peraturan menteri ini.

24. Ketentuan Pasal 100 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 100 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 100

(1) RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan
kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.

(2) Pembahasan oleh TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan untuk menelaah:

a. kesesuaian RKA-SKPD dengan KUA, PPAS,

prakiraan maju pada RKA-SKPD tahun berjalan yang disetujui tahun lalu, dan dokumen perencanaan lainnya;



b. kesesuaian rencana anggaran dengan standar analisis belanja, standar satuan harga;

c. kelengkapan instrumen pengukuran kinerja yang meliputi capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok
sasaran kegiatan, dan standar pelayanan minimal;

d. proyeksi prakiraan maju untuk tahun anggaran berikutnya; dan

e. sinkronisasi program dan kegiatan antar RKA-SKPD.

(3) Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepala SKPD melakukan penyempurnaan.

25. Ketentuan Pasal 102 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 102 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 102

(1) Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1)
dilengkapi dengan lampiran yang terdiri atas:

a. ringkasan penjabaran APBD; dan

b. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan
daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan
pembiayaan.

(2) Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD memuat penjelasan sebagai berikut:

a. untuk pendapatan mencakup dasar hukum;

b. untuk belanja mencakup lokasi kegiatan; dan

c. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum dan sumber penerimaan pembiayaan untuk kelompok
penerimaan pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan untuk kelompok pengeluaran
pembiayaan.

(3) Format rancangan peraturan kepala daerah beserta lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran A.XVI peraturan menteri ini.

26. Ketentuan Pasal 104 ayat (2) dan ayat (3) dihapus, sehingga Pasal 104 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 104

(1) Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dan tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama.

(2) Dihapus.

(3) Dihapus.

(4) Penyampaian rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan nota keuangan.



(5) Dalam hal kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ,ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah dan/atau selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani
persetujuan bersama.

(6) Format susunan nota keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran A.XVII peraturan menteri ini.

27. Ketentuan Pasal 105 ayat (2) diubah, ayat (3) dihapus dan menambah 5 (lima) ayat baru yakni ayat (3a), ayat (3b), ayat (3c), ayat (3d) dan ayat (3e), sehingga Pasal 105 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 105

(1) Penetapan agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD untuk mendapatkan persetujuan bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat
(1) disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-masing daerah.

(2) Pembahasan rancangan peraturan daerah ditekankan
pada kesesuaian rancangan APBD dengan KUA dan
PPAS. 5

(3) Dihapus.

(3a) Dalam pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD, DPRD dapat meminta RKA-SKPD berkenaan dengan program/kegiatan tertentu.

(3b) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam dokumen persetujuan bersama antara kepala daerah dan DPRD.

(3c) Persetujuan bersama antara kepala daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD ditandatangani oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran berakhir.

(3d) Dalam hal kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah dan/atau selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani persetujuan bersama.

(3e) Atas dasar persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3b), kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.

(4) Format persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran A.XVIII peraturan menteri ini.

28Diantara Pasal 105 dan Pasal 106 disisipkan 1 (satu) Pasal baru yakni Pasal 105A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 105A

(1) Dalam hal penetapan APBD mengalami keterlambatan kepala daerah melaksanakan pengeluaran setiap bulan setinggi-tingginya sebesar seperduabelas APBD tahun
anggaran sebelumnya.

(2) Pengeluaran setinggi-tingginya untuk kepertuan setiap bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibatasi hanya untuk belanja yang bersrfat tetap seperti belanja pegawai, layanan jasa dan keperluan kantor sehari-hari.

29.Diantara Pasal 107 dan Pasal 108 disisipkan 1 (satu) pasal baru, yakni Pasal 107A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 107A

Kepala daerah dapat melaksanakan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) setelah peraturan kepala daerah tentang APBD tahun berkenaan ditetapkan.

30. Ketentuan Pasal 109 diubah, sehingga Pasal 109 berbunyi
sebagai berikut:

Pasal 109

Pelampauan dari pengeluaran setinggi-tingginya sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 106 ayat (1) dapat dilakukan apabila ada kebijakan pemerintah untuk kenaikan gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah yang ditetapkan dalam undang-undang, kewajiban pembayaran pokok pinjaman dan bunga pinjaman yang telah jatuh tempo serta pengeluaran yang mendesak diluar kendali pemerintah daerah.

31. Ketentuan Pasal 110 ayat (2) huruf b diubah, sehingga Pasal 110 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 110

(1) Rancangan peraturan daerah provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan gubemur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh gubemur paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.

(2) Penyampaian rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan:

a. persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD;

b. KUA dan PPAS yang disepakati antara kepala daerah
dan pimpinan DPRD;

c. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap
rancangan poraturan daerah tentang APBD; dan

d. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang
DPRD.

(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauhmana APBD provinsi tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh provinsi
bersangkutan.

(4) Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Dalam Negeri dapat mengundang pejabat pemerintah daerah provinsi yang
terkait.

(5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam keputusan Menteri Dalam Negeri dan disampaikan kepada gubemur paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.

(6) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi atas rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan gubemur tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, gubemur menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan gubemur.

(7) Dalam hal Menteri Dalam Negeri menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan gubemur tentang penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
gubemur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
diterimanya hasil evaluasi.

(8) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubemur dan DPRD, dan gubemur tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan gubemur tentang penjabaran APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan peraturan daerah dan peraturan gubemur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.

(9) Pembatalan peraturan daerah dan peraturan gubernur serta pernyataan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud -pada ayat (8) ditetapkan dengan peraturan Menteri Dalam Negeri.



32. Diantara ayat (4) dan ayat (5) Pasal 116 disisipkan 1 (satu) ayat baru yakni ayat (4a) sehingga Pasal 116 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 116

(1) Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.

(2) Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.

(3) Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang daerah yang menetapkan peraturan daerah tentang
APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.

(4) Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan gubemur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.

(5) (4a) Urituk memenuhi asas transparansi, Kepala Daerah wajib menginformasikan substansi Perda APBD kepada masyarakat yang telah diundangkan dalam lembaran daerah.

(5) Format penetapan rancangan peraturan daerah tentang
APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum
dalam Lampiran A.XX peraturan menteri ini.

(6) Format penetapan rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tercantum dalam Lampiran A.XXI peraturan
menteri ini.

(7) Jadwal penyusunan APBD tercantum dalam Lampiran
A.XXII peraturan menteri ini.

33.Ketentuan Pasal 117 ayat (3) diubah, sehingga Pasal 117 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 117

(1) Untuk sinkronisasi dan keterpaduan sasaran program dan kegiatan dengan kebijakan pemerintah dibidang keuangan negara dan menjaga kelangsungan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan daerah, serta pelayanan masyarakat, kepala daerah menyusun rancangan KUA dan rancangan PPAS.

(2) Rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikonsultasikan kepada Menteri

• Dalam Negeri bagi 'provinsi dan kepada gubemur bagi kabupaten/kota.

(3) Rancangan KUA dan rancangan PPAS yang telah
dikonsultasikan dijadikan pedoman penyusunan RKA-
SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 peraturan
menteri ini.

34. Ketentuan Pasal 120 diubah sehingga Pasal 120 berbunyi
sebagai berikut:

Pasal 120

(1) Penyampaian peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak rancangan KUA dan rancangan PPAS dikonsultasikan dengan Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan gubemur bagi kabupaten/kota.

(2) Pengesahan atas peraturan kepala daerah tentang RAPBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan dalam Pasal 107 ayat (3).

35. Diantara ketentuan Pasal 123 dan Pasal 124 disisipkan 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 123A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 123A

(1) Pada SKPKD disusun DPA-SKPD dan DPA-PPKD

(2) DPA-SKPD memuat program/kegiatan yang dilaksanakan
oleh PPKD selaku SKPD;

(3) DPA-PPKD digunakan untuk menampung:

a. Pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan
pendapatan hibah;

b. Belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja
bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan
keuangan, dan belanja tidak terduga;

c. Penerimaan pembiayaan dan pengeluaran
pembiayaan daerah.

(4) Format DPA-PPKD tercantum dalam Lampiran B.l.b
peraturan menteri ini.

36. Ketentuan Pasal 138 ayat (1) dan ayat (3) diubahrdan diantara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat baru yakni ayat (4a), sehingga Pasal 138 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 138

(1)Pelaksanaan kegiatan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 huruf b didasarkan pada DPA-SKPD

yang telah disahkan kembali oleh PPKD menjadi DPA Lanjutan SKPD (DPAL-SKPD) tahun anggaran berikutnya.

(2) Untuk mengesahkan kembali DPA-SKPD menjadi DPAL- SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala SKPD menyampaikan laporan akhir realisasi pelaksanaan kegiatan fisik dan non-fisik maupun kouangan kepada PPKD paling lambat pertengahan
bulan Desember tahun anggaran berjalan.

(3) Jumlah anggaran dalam DPAL-SKPD dapat disahkan setelah terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap:

a. sisa DPA-SKPD yang belum diterbitkan SPD dan/atau belum diterbitkan SP2D atas kegiatan yang bersangkutan;

b. sisa SPD yang belum diterbitkan SPP, SPM atau SP2D; atau

c.SP2D yang belum diuangkan.

(4) DPAL-SKPD yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijadikan dasar pelaksanaan penyelesaian pekerjaan dan penyelesaian
pembayaran.

(4a) Pekerjaan yang dapat dilanjutkan dalam bentuk DPAL memenuhi kriteria:

a. pekerjaan yang telah ada ikatan perjanjian kontrak pada tahun anggaran berkenaan; dan

b. keteriambatan penyelesaian pekerjaan diakibatkanbukan karena kelalaian pengguna anggaran/barang atau rekanan, namun karena akibat dari force major.

(5) Format DPAL-SKPD sebagaimana tercantum dalam Lampiran B.lll peraturan menteri ini.

37.Ketentuan Pasal 155 ayat (5), ayat (7) dan ayat (8) diubah sehingga Pasal 155 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 155

(1) Perubahan APBD disebabkan perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (1) huruf a dapat berupa terjadinya pelampauan atau tidak tercapainya proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang semula ditetapkan dalam KUA.

(2) Kepala daerah memformulasikan hal-hal yang mengakibatkan terjadinya perubahan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (1) huruf a
ke dalam rancangan kebijakan umum perubahan APBD serta PPAS perubahan APBD.

(3) Dalam rancangan kebijakan umum perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disajikan secara lengkap penjelasan mengenai:

a. perbedaan asumsi dengan KUA yang ditetapkan sebelumnya;

b. program dan kegiatan yang dapat diusulkan untuk ditampung dalam perubahan APBD dengan mempertimbangkan sisa waktu pelaksanaan APBD tahun anggaran berjalan; dan

c. capaian target kinerja program dan kegiatan yang harus dikurangi dalam perubahan APBD apabila asumsi KUA tidak tercapai; dan

d. capaian target kinerja program dan kegiatan yang harus ditingkatkan dalam perubahan APBO apabila melampaui asumsi KUA.

(4) Rancangan kebijakan umum perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada DPRD paling lambat minggu pertama bulan Agustus dalam tahun anggaran berjalan.

(5) Rancangan kebijakan umum perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (4), setelah dibahas selanjutnya disepakati menjadi kebijakan umum perubahan APBD serta PPAS perubahan APBD paling lambat minggu kedua bulan Agustus tahun anggaran berjalan.

(6) Dalam hal persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD diperkirakan pada akhir bulan September tahun anggaran berjalan,agar dihindari adanya penganggaran kegiatan pembangunan fisik di dalam rancangan peraturan daerah
tentang perubahan APBD.

(7) Format rancangan kebijakan umum perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam
Lampiran C.l.a peraturan menteri ini.

(8) Format rancangan PPAS perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat'(5) tercantum dalam Lampiran C.ll.a peraturan menteri ini.

38. Ketentuan Pasal 156 diubah, sehingga Pasal 156 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 156

(1) Kebijakan umum perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD yang telah disepakati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (5), masing-masing dituangkan kedalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD dalam waktu bersamaan.

(2) Format nota kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran CHI.a peraturan-perturan menteri ini. .

39. Ketentuan Pasal 157 ayat (2) huruf a dan huruf e diubah dan huruf b dan huruf d dihapus, sehingga Pasal 157 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 157

(1) Berdasarkan nota kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (1), TAPO menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA-SKPD yang memuat program dan kegiatan banj dan/atau kriteria DPA-SKPD yang dapat diubah untuk dianggarkan dalam perubahan APBD sebagai acuan bagi kepala SKPD.

(2) Rancangan surat edaran kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:

a. PPAS perubahan APBD yang dialokasikan untuk program bam dan/atau kriteria DPA-SKPD yang dapat
diubah pada setiap SKPD;

b. dihapus;

c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD dan/atau DPA-
SKPD yang telah diubah kepada PPKD;

d.dihapus;

e. dokumen sebagai lampiran meliputi kebijakan umum perubahan APBD, PPAS perubahan APBD, standar
analisa belanja dan standar harga.

(3) Pedoman penyusunan RKA-SKPD dan/atau kriteria DPA-SKPD yang dapat diubah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterbitkan oleh kepala daerah paling lambat
minggu ketiga bulan Agustus tahun anggaran berjalan.

40. Ketentuan Pasal 169 ayat (2) huruf g dihapus, sehingga Pasal 169 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 169

(1) Rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 terdiri dan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD beserta lampirannya.

(2) Lampiran rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. ringkasan perubahan APBD; b. ringkasan perubahan APBD menurut urusan
pemerintahan daerah dan organisasi

c. rincian perubahan APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan,
belanja dan pembiayaan;

d. rekapitulasi perubahan belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan
kegiatan;

e. rekapitulasi perubahan belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan
daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;

f. daftar perubahan jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;

g.dihapus;

h. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini; dan

i. daftar pinjaman daerah.

(3) Format rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD beserta lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran C.V peraturan menteri ini.

41.Ketentuan Pasal 189 ayat (6) huruf b dihapus dan huruf c diubah, sehingga Pasal 189 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 189

(1) Bendahara penerimaan wajib menyelenggarakan penatausahaan terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerirnaan yang menjadi tanggung jawabnya.

(2) Penatausahaan atas penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan:

a. buku kas umum;

b. buku pembantu per rindan objek penerimaan; dan

c. buku rekapitulasi penerimaan harian.

(3) Bendahara penerimaan dalam melakukan penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan:

a. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKP-Daerah);

b. Surat Ketetapan Retribusi (SKR);

c. Surat Tanda Setoran (STS);

d. surat tanda bukti pembayaran; dan

e. bukti penerimaan lainnya yang sah.

(4) Bendahara penerimaan pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan secara administratif atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

(5) Bendahara penerimaan pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada PPKD selaku BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

(6) Laporan pertanggungjawaban penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) ditampiri dengan:

a. buku kas umum;

b. dihapus;

c. buku rekapitulasi penerimaan bulanan; dan

d. bukti penerimaan lainnya yang sah.

(7) PPKD selakuBUD melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis atas laporan pertanggungjawaban bendahara penerimaan pada SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (5).

(8) Verifikasi, evaluasi dan analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan dalam rangka rekonsiliasi penerimaan.

(9) Mekanisme dan tata cara verifikasi, evaluasi dan analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dalam peraturan kepala daerah.

(10) Format buku kas umum, buku pembantu per rincian objek penerimaan dan buku rekapitulasi penerimaan harian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
Lampiran D.I peraturan menteri.

(11) Format surat ketetapan pajak daerah, surat ketetapan retribusi, surat tanda setoran, dan surat tanda bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran D.ll peraturan menteri ini.

(12) format laporan pertanggungjawaba benctahara- penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tercantum dalam Lampiran D.lll peraturan menteri ini.

42. Ketentuan Pasal 197 diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat baru yakni ayat (1a), sehingga Pasal 197 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 197

(1) Pengeluaran kas atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.

(1a) Penerbitan SPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan perbulan, pertriwulan, atau persemester sesuai dengan ketersediaan dana.

(2) Format SPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran D.VI.a peraturan menteri ini.

43. Ketentuan Pasal 200 ayat (2) huruf c dan d diubah dan ayat (3) dihapus, sehingga Pasal 200 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 200

(1) Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-GU dilakukan oleh bendahara pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD dalam rangka ganti uang persediaan.

(2) Dokumen SPP-GU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari:

a. surat pengantar SPP-GU;

b. ringkasan SPP-GU;

c. rincian penggunaan SP2D-UP/GU yang lalu;

d.bukti transaksi yang sah dan lengkap;

e. salinan SPD;

f. draft surat pernyataan untuk ditandatangani olehpengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran yangmenyatakan bahwa uang yang diminta tidak dipergunakan untuk keperiuan selain ganti uang persediaan saat pengajuan SP2D kepada kuasa BUD;
dan

g. lampiran lain yang diperiukan.

(3) Dihapus.

44. Ketentuan Pasal 202 ayat (2) huruf c dan ayat (3) diubah dan diantara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat baru yakni ayat (4a), sehingga Pasal 202 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 202

(1) Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-TU dilakukan
oleh bendahara pengeluaran/bendahara pengeluaran
pembantu untuk memperoleh perstujuan pengguna, anggaran/kuasa"pengguna ahggaran melalui PPK-SKPD dalam rangka tambahan uang persediaan.

(2) Dokumen SPP-TU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari:

a. surat pengantar SPP-TU;

b. ringkasan SPP-TU;

c. rincian rencana penggunaan TU;

d. salinan SPD;

e. draft surat pemyataan untuk ditandatangani oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran yang menyatakan bahwa uang yang diminta tidak dipergunakan untuk keperiuan selain tambahan uang persediaan saat pengajuan SP2D kepada kuasa BUD;

f.surat keterangan yang memuat penjelasan keperiuan pengisian tambahan uang persediaan; dan

g. lampiran lainnya.

(3) Batas jumlah pengajuan SPP-TU harus mendapat persetujuan dari PPKD dengan rnemperhatikan rincian kebutuhan dan waktu penggunaan.

(4) Dalam hal dana tambahan uang tidak habis digunakan dalam 1 (satu) bulan, maka sisa tambahan uang disetor ke rekening kas umum daerah.

(4a) Ketentuan batas waktu penyetoran sisa tambahan uang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan untuk:

a. kegiatan yang pelaksanaannya melebihi 1 (satu) bulan;

b. kegiatan yang mengalami penundaan dari jadwal yang telah ditetapkan yang diakibatkan oleh peristiwa
di luar kendali PA/KPA;

(5) Format surat keterangan sebagaimana dimaksud pada-ayat (2) huruf f tercantum dalam Lampiran D.VIM peraturan merited ini.

45.Ketentuan Pasal 207 diubah.sehingga Pasal 207 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 207

Forma, dokumen SPP-UP. SPP-GU, SPP-TU,dar. SPP-US sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (1). Pasal 200 ayat (1). Pasal 202 ayat (1), Pasal 204 ayat (1) tercantum dalam Lampiran D.X.a, D.X.b, D.X.c, D.X.d, D.X.e dan D.X.f peraturan menteri ini.

46. Ketentuan Pasal 216 ayat (3) huruf b dan huruf d ihapus dan

huruf c diubah sehingga Pasal 216 berbuny. sebagai benkut.

Pasal 216

Kuasa BUD meneliti kelengkapan dokumen SPM yang diajukan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran agar pengluaran yang diajukan tidak melampaui pagu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

(2) Kelengkapan dokumen SPM-UP untuk penerbitan SP2Dadalah surat pemyataan tanggung jawab pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.

(3) Kelengkapan dokumen SPM-GU untuk penerbitan SP2D mencakup

a. tanggung jawab pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran;

b. dihapus

C. bukti-bukti pengeluaran yang sah dan lengkap; dan d. dihapus.

(4) Kelengkapan dokumen SPM-TU untuk penerbitan PSP2D adalah surat pemyataan tanggung jawab pengguna anggaran/kuasa. pengguna anggaran.

(5) Kelengkapan dokumen SPM-LS untuk. penerbitan SP2D

a. surat pernyataan tanggung jawab penggunaan anggaran/kuasa pengguna anggaran; dan

b bukti-bukti pengeluaran yang sah dan lengkap sssuai dengan kelengkapan persyaratan yang ditetapkan dalam. peraturan perundang-undangan.

(6) Dalam hal dokumen SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lengkap, kuasa BUD menerbitkan

(7) Dalam hal dokumen SPM sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sah dan/atau pengeluaran tersebut melarnpau, pagu anggaran/kuasa BUD .menolak menerbitkan SP2D

(8) Dalam hal kuasa BUD berhalangan, yang bersangkutan
dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk
menandatangani SP2D.

(9) Format SP2D sebagaimana dimaksud- pada ayat (4)

(10) tercantum dalam D.XVI peraturan menteri ini.



47. Ketentuan Pasal 243, Pasal 249, Pasal 256, Pasal 261, Pasal
268, Pasal 274, Pasal 280, dan Pasal 285 dihapus.

48. Ketentuan Pasal 324 diubah, sehingga Pasal 324 berbunyi
sebagai berikut:

Pasal 324

(1) Kepala daerah dapat menetapkan SKPD atau unit kerja pada SKPD yang tugas pokok dan fungsinya bersifat operasional dalam menyelenggarakan pelayanan umum.

(2) Pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berhubungan dengan:

a. penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan masyarakat

b. pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau

c pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat;

(3) Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, diprioritaskan antara lain pelayanan kesehatan, pelayanan kebersihan, pengelolaan limbah, pengelolaan pasar, pengelolaan terminal, pengelolaan obyek wisata daerah, dana perumahan, rumah susun sewa.

49. Ketentuan Pasal 325 dihapus

diantara pasal 325 dan Pasa! 326 disisipkan 1 {satu) pasal baru yakni pasal 325A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 325A

Dalam menyelenggarakan dan meningkatkan layanan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 324 ayat (1), SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang menerapkan PPK-BLUD dibciikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan.

51. Ketentuan Pasal 326, Pasal 327, PasaT328~dan Pasal 329 dihapus.

52. Diantarai Pasal"329 dafT Pasal 330~disisipkaiT 1 (satu) pasal
baru, yakni Pasal 329A yang berbunyi sebagai berikut:

53.

54.Pasal329A

55.Pedoman teknis mengenai pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah, diatur tersendiri oleh Menteri Dalam Negeri.

56.53. Diantara Pasal 333 dan 334 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 333A yang berbunyi sebagai berikut:

57.Pasal 333A

58.Peraturan menteri ini diberiakukan paling lambat mulai tahun anggaran 2009.

59.Pasal II Peraturan menteri ini mulai beriaku pada tanggal ditetapkan.

60.esuai dengan aslinya A BIRO HUKUM

61.Ditetapkan di Jakarta

62.pada tanggal 26 Oktober 2007

63.MENTERI DALAM NEGRI

64.ttd H. MARDIYANTO

Tidak ada komentar:

Pose di Sluke

Pose di Sluke
Bergaya sejenak di tengah kesibukan

Pemantapan

Pemantapan
Presentasi di kecamatan Sumber Rembang

Paparan

Paparan
pemantapan tim sukses Kec Sarang